Di sebuah desa yang luas sekali, terdapat sebuah bukit yang menjadi tempat berkebun seorang ibu dan anak gadisnya. Mereka menanam banyak sayuran, rempah dan buah-buahan. Setiap hari, ibu dan anak gadisnya itu selalu merawat tanaman-tanaman mereka. Anak gadis sang ibu setiap hari turun mengambil air di danau untuk menyiram tanaman yang ada di kebun mereka. Dari bukit tempat mereka tinggal, untuk mendapatkan air memang harus berjalan cukup jauh ke danau. Namun si anak gadis rajin melakukannya dengan senang hati.
Selain rajin membantu, anak gadis sang ibu itu punya paras yang begitu menawan dan cantik. Hal itulah yang membuat dirinya dikenal banyak orang. Cerita tentang gadis itu pun tersebar hingga ke bukit sebelah timur.
Pada suatu hari, saat masa tanam baru dimulai, datanglah seorang kepala kampung bersama dengan pemuda yang tampan. Mereka mendengar cerita tentang si gadis. Mereka datang dengan niat menemui anak gadis sang ibu. Saat bertemu dengan ibu dan anak gadisnya, mereka pun mengutarakan niat hati mereka.
Ternyata, sang pemuda ingin melamar si anak gadis. Si ibu merasa sangat senang mengetahui hal tersebut. Si ibu merasa bahwa anak gadisnya sudah di usia yang tepat untuk menikah. Selama ini anak gadisnya tidak pernah meninggalkan kebunnya sehingga tidak bergaul. Lagipula, sang pemuda juga terlihat cukup gagah parasnya. Melihat respon si ibu sang pemuda mengira semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginannya.
Namun, si ibu ingin anaknyalah yang mengambil keputusan menerima lamaran sang pemuda. Ternyata, sang gadis tidak merasa senang. Dia sedih karena masih ingin menjaga ibu dan merawat kebunnya. Si gadis kemudian menjadi bingung. Dia tidak ingin menerima lamaran sang pemuda, tetapi dia juga tidak ingin mengecewakan sang ibu.
Setelah lama berpikir, sang gadis akhirnya mendapatkan jalan. Dia menerima lamaran sang pemuda tetapi dengan satu syarat.
“Kau harus bisa menyiram seluruh tanaman di kebun kami dengan menggunakan tinii. Ambil air dari danau dan siram tanaman di kebun kami ini dengan tinii, hingga seluruh tanaman itu tumbuh dengan baik dalam waktu seminggu.” Begitu kata si gadis kepada pemuda itu.
Disaksikan Kepala Kampung, sang pemuda langsung menyetujuinya. Si gadismelanjutkan jika dalam seminggu seluruh tanaman di kebun tidak tumbuh dengan baik, maka si gadis akan batal menerima lamaran si pemuda.
Esok paginya, sang pemuda sudah turun ke danau dan berjalan cepat ke atas bukit sambil membawa air di dalam tinii. Tinii adalah caping dari ayaman daun sagu.Biasanya jika ditaruh air maka airnya akan merembes di sela-sela anyaman daun sagu itu. Namun ada sesuatu yang luar biasa, sang pemuda bisa berjalan dengan cepatnya sehingga sesampainya di atas bukit, air di tinii itu masih banyak. Si anak gadis cemas melihatnya. Tidak disangkanya pemuda itu memiliki kemampuan berlari cepat di perbukitan dengan membawa tinii berisi air untuk menyiram tanaman. Setiap hari sang pemuda selalu naik dan turun bukit untuk mengambil air dan menyiram seluruh tanaman. Dalam beberapa hari saja, seluruh benih yang ditanam mulai menunjukkan tunasnya. Waktu satu minggu yang ditetapkan sang gadis pun tiba. Seluruh benih yang ditanam sudah tumbuh dengan baik. Batang pohon tumbuh besar, daun-daun lebar dan segar, bunga-bunga buah mulai bermekaran.
Sang pemuda pun menanyakan hasil pekerjaannya kepada ibu sang gadis. Dengan senang hati sang ibu menjawab
“Baik sekali pekerjaanmu nak”.
Sehari sebelum waktu yang ditetapkannya untuk si pemuda, sang gadis sudah melihat bahwa pekerjaan sang pemuda begitu baik. Namun, diam-diam dia juga melihat, si pemuda menebas dan menginjak tanaman-tanaman di kebun tetangganya untuk membuat perjalanannya lancar. Sepertinya si pemuda tidak peduli dengan tanaman lainnya, selama keinginannya terwujud. Sang gadis merasa sangat khawatir, karena sesuai janjinya dia harus menerima lamaran sang pemuda. Dia kuatir sang pemuda meskipun sakti namun berperilaku kasar untuk mencapai tujuannya. Namun dia juga tidak ingin ibunya kecewa. Apalagi ibunya nampak sangat menyukai si pemuda tanpa tahu apa yang terjadi di balik kemampuannya. Sebelum matahari terbit, sang gadis meninggalkan rumah tanpa pamit.
Mengetahui si gadis pergi meninggalkan rumah dan tidak memenuhi janjinya, sang pemuda merasa sangat marah. Dia merasa dibohongi. Usaha yang telah dia lakukan selama ini berakhir sia-sia.
Di tengah kemarahannya, sang pemuda membakar seluruh tanaman. Kebun hangus terbakar dengan api yang menyala besar. Dalam waktu singkat, kebun yang semula dipenuhi dengan tanaman-tanaman hijau kini dipenuhi oleh abu. Sebelum meninggalkan desa, sang pemuda itu lalu mengutuk.
“Bukit ini tidak akan pernah ditumbuhi tanaman apapun. Bukit ini akan gersang selamanya!”
Sejak saat itu, di bukit yang pernah menjadi lahan kebun yang subur itu, tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh. Setelah kebakaran usai hanya rerumputan yang tumbuh sehingga kebun itu menjadi padang rumput. Beberapa tahun kemudian, di padang rumput itu mulai dipenuhi oleh rusa yang datang berlarian naik ke atas bukit. Padang rumput luas yang indah di atas bukit itu sekarang dikenal dengan sebutan Pada Marari. Pada yang berarti padang atau daerah terbuka yang luas, dan marari berarti rusa.